Pulau Madura saat itu yang tampak ialah Gunung
Geger di daerah Bangkalan dan Gunung Pajuddan di daerah Sumenep. Gunung Geger memiliki
ketinggian 250 meter dari atas permukaan laut. Tersebutlah dalam cerita, di Pulau Jawa ada
sebuah kerajaan yang bernama Medang kemulan.
Rajanya bernama Shanghyang Tunggal, raja tersebut mempunyai seorang anak gadis yang
bernama Bendoro
Gung.
Suatu ketika
Bendoro Gung diketahui hamil oleh ayahnya. Bendoro Gung ditanya berkali-kali
oleh ayahnya siapa gerangan orang yang telah menghamilinya. Namun bendoro Gung
tidak mengetahui dan memang dirinya tidak pernah berhubungan dengan lelaki.
Ayahnya marah dan menyuruh patihnya yang bernama Pranggulang untuk membunuh putrinya. Dibawalah Bendoro Gung ke
hutan, dan Patih mengambil pedangnya. Tetapi
setiap kali pedang akan menyentuh leher sang putri, jatuhlah pedang sang
patih. Ketika sampai tiga kali pedang itu terjatuh, maka sang patih punya
keyakinan bahwa sang putri memang tidak bersalah.
Akhirnya sang putri dihanyutkan ke laut
dan sang patih bertekad untuk tidak kembali ke kerajaan. Kemudian sang patih
menyamar dengan mengubah namanya menjadi Kiai Poleng. Sebulum sang putri dihanyutkan,
Kiai Poleng berpesan kepada sang putri. “Kalau memerlukan bantuan injaklah kaki
tiga kali niscaya hamba akan datang”. Demikianlah pesan Kiai Poleng kepada sang
putri. Dan kemudian sang putri dihanyutkan, akhirnnya sang putri terdampar di
suatu daerahyang bernama Gunung Gegger.
Hari bertanbah
hari,bulan bertambah bulan, genaplah kehamilan sang putri 9 bulan. Saat
kelahiran sudah tiba, sang purti menginjakkan kakinya 3 kali, datanglah Kiai
Poleng. Dengan dibantu Kiai Poleng maka lahirlah seorang bayi laki-laki yang
kemudian diberi nama RADEN SAGARA.
Setelah dari Raden Sagara, maka puncak Gunung Gegger selalu memancarkan sinar
cahaya, sehingga banyak perahu yang berlayar disekitar gunung tersebut,
berhenti berlabuh dan menetaplah disana. Lama-kelamaan penduduk disana
bertanbah ramai. Ketika Raden Sagara berumur 3 tahun sering bermain di pantai,
suatu saat ketika ia sedang asyik bermain di pantai, datanglah 2 ekor ular naga yang sangat besar,
dengan ketakutan ia lari dan segera menceritakan pada ibunya. Ibunya pun
langsung memanggil Kiai Poleng, dan diceritakanlah apa yang diceritakan
putranya kepada Kiai Poleng. Benar, ketika Raden Sagara bersama Kiai Poleng
datang ketepi laut, tampaklah 2 ekor ular naga yang dimaksud. Kiai Poleng
berpesan kepada Raden Sagara supaya jangan takut dan peganglah ular tersebut
dan bantinglah ketanah.
Akhirnya kedua
ular itu dibanting oleh Raden Sagara dan ular tersebut berubah wujud menjadi 2
buah tombak. Kemudian 2 buah tombak tersebut oleh Kiai Poleng masing-masing
diberi nama Nanggala dan Alaguna. Sebelum beliau pergi
meninggalkan Raden Sagara, beliau berpesan bahwa Nanggala adalah senjata yang sangat ampuh dan bisa dibawa untuk
berperang, sedangkan Alaguna supaya
disimpan dirumah untuk keselamatan.
Tombak Nanggala dan Alaguna ini menjadi kebanggaan masyarakat
Bangkalan, walaupun sampai saat ini tidak ada orang yang mengetahui, dimana
kedua tombak yang dijadikan kebanggaannya ini berada.
0 komentar:
Posting Komentar